KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang
telah menciptakan langit dan bumi beserta semua isinya, dan telah menurunkan
Al-Qur’an melalui perantara Rasul-Nya untuk disampaikan kepada umat-Nya sebagai
petunjuk menuju jalan kebenaran dan jalan yang dirahmati oleh-Nya. Shalawat dan
salam selalu terlimpah dan tercurah kepada junjungan alam yakni Nabi Muhammad SAW.
Alhamdulillah, puji dan syukur kami
panjatkan kepada Allah atas selesainya makalah ini dengan judul “Al-Quran dan
tujuh huruf”, dengan maksud untuk memenuhi tugas pada mata kuliyah Dasar-dasar
Al-Qur’an.
Kami mohon maaf kepada para
pembaca karena makalah ini masih banyak kekurangan, kekhilafan, dan kealfaan. Kami juga mengharap semoga makalah ini bermanfaat
bagi kita semua. Amien.
Jakarta,
30 Maret 2011
DAFTAR ISI
Kata pengantar ...................................................................................................... 2
Daftar isi
................................................................................................................. 3
Pendahuluan
........................................................................................................... 4
Pembahasan
........................................................................................................... 5
- Hadits-hadits tentang al-Quran turun dalam tujuh
huruf..................................................................................................... 5
- Pendapat tentang makna tujuh huruf
........................................................... 7
- Antara qira’at tujuh dan tujuh huruf
....................................................... 9
Kesimpulan
............................................................................................................ 10
Daftar pustaka
........................................................................................................ 11
BAB
I
Pendahuluan
Al-Quran
adalah mukjizat yang abadi yang diturunkan kepada Rosulullah SAW sebagai
hidayah bagi manusia, dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu serta
pembeda antara hak dan yang bathil. Al-Quran diturunkan oleh Allah SWT dalam
bahasa arab yang sangat tinggi susunan bahasanya dan keindahan balaghohnya.
Memang
bangsa Arab dulu mempunyai berbagai lahjah (dialek) yang beragam antara satu
qobilah dengan qobilah yang lainnya. Namun bahasa Quraisy mempunyai kelebihan
dan keistimewaan tersendiri, dan lebih tinggi daripada bahasa dan dialek yang
lainnya. Oleh karena itu wajarlah apabila al-Quran diturunkan dalam bahasa
Quraisy kepada seorang Rosul yang Quraisy pula, agara dapat menjinakkan
orang-orang Arab dan mewujudkan kemukjizatan al-Quran yang tidak bisa mereka
tandingi.
Oleh karena perbedaan dan keragaman
dialek-dialek bangsa Arab tersebut, maka al-Quran yang diwahyukan Allah kepada
Rosulullah SAW akan menjadi sempurna kemukjizatannya apabila ia dapat menampung
berbagai dialek dan macam-macam cara membaca al-Quran sehingga memudahkan
mereka untuk membaca, menghafal dan memahaminya.
BAB II
Pembahasan
A.
Hadits-hadits
tentang al-Quran turun dalam tujuh huruf
Ada banyak riwayat yang seperti anda katakan,
menyebutkan bahwa Al-Quran diturunkan dengan tujuh huruf, di antaranya adalah lafadz hadits berikut ini:
. عن ابن
عبَّاس قال: قال رسول اللّه صلَّي اللّه عليه وسلَّم: أَقرأَني جبريل على حرف
فراجعته فلم أَزل أَستزيده ويزيدني حتي انتهي على سبعة أَحرف.
Dari Ibn Abbas berkata bahwa Rasulullah SAW
bersabda, "Jibril membacakan (Qur''an) kepadaku dengan satu huruf.
Kemudian berulang kali aku mendesak dan meminta agar huruf itu ditambah, dan ia
pun menambahnya kepadaku sampai dengan tujuh huruf."[1]
. عن عمر بن الخطاب يقول سمعت هشام بن الحكيم
يقرأ سورة الفرقان على غير ما أقرؤها عليه وكان رسول الله صلى الله عليه و سلم أقرأبيها
فكدت أن أعجل عليه ثم أمهلته حتى انصرف ثم لببته بردائه فجئت به رسول الله صلى
الله عليه و سلم فقلت : يا رسول الله إني سمعت هذا يقرأ سورة الفرقان على غير ما
أقراتنيها فقال له رسول الله صلى الله عليه و سلم : اقرأ فقرأ القراءة التي سمعته
يقرأ فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : هكذا أنزلت ثم قال لي : اقرأ فقرأت
فقال : هكذا أنزلت إن هذا القرآن أنزل على سبعة أحرف فاقرؤوا ما تيسر منه.
Dari Umar bin Khatab ia berkata, "Aku
mendengar Hisyam bin Hakim membacakan surah al-Furqan di masa hidup Rasulullah.
Aku perhatikan bacaannya. Tiba-tiba ia membacanya dengan banyak huruf yang
belum pernah dibacakan Rasulullah kepadaku, sehingga hampir saja aku
melabraknya di saat dia shalat, tetapi aku berusaha sabar menunggunya sampai
salam. Begitu salam, aku tarik selendangnya dan bertanya, "Siapakah yang
membacakan (mengajarkan bacaan) surah itu kepadamu? Dia menjawab: ''Rasulullah
yang membacakannya kepadaku.'' Lalu aku katakan kepadanya: ''Dusta kau! Demi
Allah, Rasulullah telah membacakan juga kepadaku surah yang kau dengar tadi
engkau membacanya (tapi tidak seperti bacaanmu).'' Kemudian aku bawa dia ke
hadapan Rasulullah, dan aku menceritakan kepadanya bahwa '' Aku telah mendengar
orang ini membaca surah al-Furqan dengan huruf-huruf yang tidak pernah engkau
bacakan kepadaku, padahal engkau sendiri telah membacakan surah al-Furqan
kepadaku.'' Maka Rasulullah berkata: '' Lepaskan dia, wahai Umar. Bacalah surah
tadi, wahai Hisyam, Hisyam pun membacanya dengan bacaan seperti kudengar tadi.
Maka kata Rasulullah SAW: ''Begitulah surah itu diturunkan.'' Ia berkata lagi:
''Bacalah wahai Umar, lalu aku membacanya dengan bacaan sebagaimana diajarkan
Rasulullah kepadaku. Maka kata Rasulullah; begitulah surah itu diturunkan.''
Dan katanya lagi: ''Sesungguhnya Qur'an itu diturunkan dengan tujuh huruf,
maka bacalah dengan huruf yang mudah bagimu, di antaranya.''[2]
. عن حذيفة بن اليمان عن النبي صلى
الله عليه و سلم قال: يا جبريل إني أرسلت إلى أمة أمية : الرجل والمرأة والغلام والجارية
والشيخ الفاني الذي لم يقرأ كتابا قط قال : إن القرآن أنزل على سبعة أحرف.
Dari Hudzaefah bin
al-Yaman, dari Nabi Saw. bersabda: "Wahai Jibril bahwa aku diutus untuk
ummat yang ummiyah di dalamnya terdapat orang lelaki, perempuan,
anak-anak, pelayan (babu) dan kakek tua yang tidak bisa membaca sama
sekali". Jibril balik berkata: "Bahwa Al-Qur'an diturunkan dengan
tujuh huruf".
.
عن أبي بن كعب قال : أتى جبريل النبي صلى الله عليه و سلم فقال : إن الله يأمرك أن
تقرئ أمتك على سبعة أحرف فمن قرأ منها حرفا فهو كما قرأ.
Dari Ubay bin Ka’ab ia
berkata: "Barangsiapa membacanya dengan satu huruf saja berarti telah
membaca seperti ia (Nabi) membaca".
. عن أبي قيس مولى عمرو بن العاص أن رجلا قرأ
/ آية من القرآن فقال له عمرو بن العاص : إنما هي كذا وكذا لغير ما قرأ الرجل فقال
الرجل : هكذا أقرأنيها رسول الله صلى الله عليه و سلم فخرجا إلى رسول الله صلى الله
عليه و سلم حتى أتياه فذكرا ذلك له فقال رسول الله صلى الله عليه و سلم : إن هذا القرآن
نزل على سبعة أحرف بأي ذلك قرأتم أصبتم فلا تمارون في القرآن فإن مراء فيه كفر.
Mengeluarkan hadits dengan
sanadnya dari Abi Qais maula 'Amar bin 'Ash dari 'Amr, "Bahwa ada
seseorang ini berdiri sehingga tidak terang membaca satu ayat Al-Qur'an".
Kemudian 'Amr berkata kepadanya: "Sebenarnya ayat itu begini dan begini".
Setelah itu ia mengatakan hal itu kepada Rasulullah SAW, Rasulullah SAW
menjawab: "Sesungguhnya Al-Qur'an itu diturunkan dengan tujuh huruf, mana
saja yang kalian baca berarti benar dan jangan kalian saling meragukan". [3]
Masih
banyak hadits-hadits yang terkait dengan tema yang sama. Hadits-hadits yang
berkenaan dengan hal itu amat banyak jumlahnya dan sebagian besar telah
diselidiki oleh Ibn Jarir di dalam pengantar tafsirnya. Semuanya bisa diterima
dan saling menguatkan.
B.
Pendapat
tentang makna tujuh huruf
Turunnya dalam tujuh huruf sebagaimana hadits di
atas menimbulkan perbedaan pendapat di antara para ulama’. Abu Khatim bin
Khiban menyebutkan perbedaan ini mencapai 35 pendapat. [4] Bahkan as-Suyuthi menyebutkan perbedaan tersebut
mencapai 40 pendapat. [5] Berikut ini akan dipaparkan beberapa pendapat
ulama’ tentang maksud dari tujuh huruf tersebut.
Pertama: tujuh huruf
tidak diartikan dengan makna yang haqiqi, namun digunakan untuk menyebutkan
jumlah yang banyak. Hal ini dimaksudkan untuk mempermudah bacaan al-Qur’an.
Kedua: tujuh huruf
diartikan dengan makna yang haqiqi, yang dimaksud di sini adalah macam- macam
makna dalam al-Qur’an yakni: perintah, larangan, ancaman, kisah-kisah,
perdebatan, dan perumpamaan.
Ketiga: tujuh huruf
diartikan dengan makna yang haqiqi, tetapi dimaksudkan untuk menunjukkan tujuh
qira’ah yang mashur. Pendapat ini dianggap batal karena riwayat ulama’ yang
terdahulu menyatakan bahwa tujuh qira’ah yang ada kembali ke salah satu dari
tujuh huruf yang ada dalam al-Qur’an.
Keempat: tujuh huruf
diartikan dengan dengan makna yang haqiqi tetapi dimaksudkan untuk menyebutkan
aspek-aspek perbedaan dalam bacaan.[6]
Ibnu Jazari menyebutkan aspek perbedaan dalam
bacaan sebagai berikut:
a)
Perbedaan harakat dalam satu makna dan bentuk,
seperti firman Allah: من اطهر لكم dengan rafa’ dan nasabnya lafadz اطهر ,
b)
Perbedaan harakat sekaligus perbedaan makna,
seperti firman Allah: ربنا باعد بين اسفارنا dengan bentuk amar dan madly dari lafadz باعد ,
c)
Perbedaan huruf sekaligus maknanya, namun masih
dalam satu bentuk, seperti firman Allah: وانظر الى العظام كيف ننشزها , dan كيف ننشرها . Makna insyaz adalah mengangkat sedangkan makna insyar
adalah menghidupkan,
d)
Perbedaan bentuk dalam
satu makna, seperti firman Allah: كالعهن المنفوش dan كالعهن المنقوش ,
e)
Perbedaan bentuk dan
makna, seperti firman Allah: وما هو على الغيب بضنين dan وما هو على
الغيب بظنين,
f)
Perbedaan ungkapan
dalam mendahulukan dan mengakhirkan, seperti firman Allah: وجائت سكرة الموت بالحق dan وجائت بالموت سكرة الحق,
g)
Perbedaan dalam
penambahan dan pengurangan, seperti firman Allah: ان
هذا اخى له تسع وتسعون نعجة dan
ان هذا اخى له تسع وتسعون نعجة انثى.[7]
Kelima: Abu Fadl al-Razi
menyatakan bahwa makna tujuh huruf tersebut adalah perbedaan bentuk isim (mufrad,
tasniyah, jama’, mudzakar dan muannats), perbadaan tasrif fi’il ( madly,
mudlari’, dan amar), bentuk I’rab, pengurangan dan penambahan,
pendahuluan dan pengakhiran, penggantian, dan perbedaan bahasa.[8]
Keenam: tujuh huruf digunakan dengan makna yang
haqiqi. Namun yang dimaksudkan adalah tujuh bahasa dari berbagai macam bahasa
orang Arab yaitu bahasa Quraisy, Kinanah, Asad bin Huzaimah, Qais, Dlabah,
Hudzail, dan Taimur robab. Semua ini termasuk dari golongan Mudlar.[9]
Ketujuh: Qadli ‘Iyadl
mengatakan bahwa makna tujuh huruf adalah untuk menunjukkan keleluasaan dan
kemudahan dan bukan dimaksudkan jumlah bacaan.[10]
Dari beberapa pendapat
di atas dapat dipahami bahwa sebenarnya perbedaan pendapat di antara para
ulama’ tersebut bermuara pada dua sisi yakni sebagian memberi makna tujuh huruf
dengan makna hakiki dan sebagian yang lain memahami dengan makna yang majazi.
C.
Antara
qira’at tujuh dan tujuh huruf
Antara tujuh huruf
dan tujuh qira’ah terdapat perbedaan dari segi makna. Tujuh huruf memiliki banyak pengertian
sebagaimana pendapat para ulama’ di atas. Sedangkan qira’ah adalah aliran dalam
pengucapan ayat al-Qur’an yang dipilih oleh salah satu dari beberapa imam di
mana antara satu imam dengan imam yang lain terdapat perbedaan.
Sedangkan menurut Imam Ibnu Khatib qira’ah adalah
perbedaan lafad-lafad wahyu yang dituturkan dalam huruf dan cara pengucapan
lafad tersebut baik takhfif, tasydid maupun yang lain.
Para ulama’ yang ahli dalam ilmu qira’ah ada tujuh,
mereka itu adalah Nafi’ Ibnu Nu’ain al-Madani, Abdullah Ibnu Katsir al-Maky,
Abu ‘Amr al ‘Ala, Abdullah Ibnu ‘Amir, ‘Asim al-Asadi, Hanzah Ibnu HAbib, dan
Ali Ibnu Hamzah al-Kisa’i.
Jadi tujuh qira’ah di sini tidak sama dengan tujuh
huruf yang dengan itu al-Qur’an diturunkan, karena tujuh qira’ah adalah tujuh
aliran dalam pembacaan al-Qur’an.
BAB III
Kesimpulan
Dari beberapa uraian dalam tulisan ini dapat
ditarik kesimpulan sebagai berikut:
a)
Dasar acuan al-Qur’an dalam tujuh huruf adalah hadits-hadits yang
mutawwatir,
b)
Para ulama’ berbeda pendapat dalam memahami turunnya al-Qur’an dalam
tujuh huruf sebagian member makna yang haqiqi dan sebagian yang lain dengan
makna majazi,
c)
Tujuh huruf dan tujuh qira’ah tidaklah sama karena yang dimaksud tujuh
qira’ah adalah tujuh aliran dalam membaca al-Qur’an.
DAFTAR PUSTAKA
Ø al-Zarqani, Abdul Adzim, Manahil al-‘Urfan fi ulum al-Qur’an, Jakarta:
Gaya Media Pratama, 2001.
Ø Al-Bukhariy, Shahih Bukhariy, Beirut: Dar al-Fikr, 1401 H =
1981 M.
Ø al-Khatib, Ibn, al-Furqan,
Beirut: Dar l-Kutub al-Ilmiah, 1984.
Ø al-Suyuthi, Jalaluddin, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, Beirut:
Dar al-Fikr, 1979.
Ø Zafzaf, Muhammad, al-Ta’rif bi al-Qur’an wa al-Hadits, Mesir:
Jami’ah al-Qahirah,,tth.
Ø Jazari, Ibnu, al-Nasr fi qira’ah al-Asr, Beirut: Dar al-Kutub
al-Ilmiah, 1970.
Ø Maktabah Syamilah.
[1]
Shohih Bukhori, juz 3 hal 227
[2]
Abdul Adzim
al-Zarqani, Manahil al-‘Urfan fi ulum al-Qur’an, h. 149
[4] Abu Hajar, Fath al-Bari, h. 401.
[5] Jalaluddin
al-Suyuthi, al-Itqan fi Ulum al-Qur’an, (Beirut: Dar al-Fikr, t.t.), h.
47.
[6] Muhammad
Zafzaf, al-Ta’rif bi al-Qur’an wa al-Hadits, (Mesir: Jami’ah
al-Qahirah), h.41-46.
[7]
Ibnu Jazari, al-Nasr
fi qira’ah al-Asr, (Beirut: Dar l-Kutub al-Ilmiah), h.127.
[8] Ibnu Hajar, Fath
al-Bari, h.404.
[9] Muhammad Zafzaf, al-Ta’rif, h.49
[10] Ibn al-Khatib,
al-Furqan, (Beirut: Dar l-Kutub
al-Ilmiah), h. 126.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar